Dengan sangat indah, ilmiah dan objektif, Allah Ta’ala mengajarkan kepada kita bagaimana mengkritisi kesalahan saudara kita yang berjihad. Kritik terhadap kesalahan amaliah jihad itu disertai dengan membandingkan kesalahan musuh-musuh Islam yang jauh lebih besar. Allah berfirman:
“Mereka bertanya kepadamu tentang
berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu
adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir
kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil haram dan mengusir
penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan
berbuat fitnah (syirik & kekufuran) lebih besar (dosanya) daripada
membunuh. mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka
(dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya
mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya,
lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya
di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya” (Qs Al-Baqarah 217).
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka
itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (Qs Al-Baqarah 218).
Mujahid juga manusia yang bisa salah. Tetapi kesalahan itu insya Allah tidak mengurangi pahala jihad dan kesyahidannya.
Perhatikan cara Allah ketika menyikapi
kesalahan Abdullah bin Jahsy dalam sariyyah Nakhlah. Baca dengan cermat
surat Al-Baqarah 217-218 di atas. Nampak jelas bahwa Abdullah bin Jahsy
telah melakukan empat kesalahan, antara lain:
1. Membunuh di bulan Haram.
2. Merampas harta kafir Quraisy.
3. Membagi rampasan itu tanpa seizin Rasulullah SAW.
4. Menangkap salah satu kuffar sebagai tawanan perang.
Allah tidak menutup-nutupi kesalahan
amaliah jihad. Allah menyatakan kesalahan itu dengan kalimat tegas:
“Katakan bahwa membunuh di bulan Haran adalah dosa besar.”
Tapi pernyataan ayat ini tidak berhenti
sampai di sini, Allah langsung menyambungnya dengan menjelaskan bahwa
apa yang dilakukan orang-orang kafir jauh lebih besar dosanya.
Berikutnya, pada ayat 218 Allah
menegaskan bahwa apa yang dilakukan Abdullah bin Jahsy walaupun salah,
tapi itu dilakukan karena besarnya pengharapan akan ridha Allah.
Beginilah seharusnya cara mengkritik
yang dilakukan oleh mereka yang tidak suka demo, alergi jihad, dan
sebagainya. Tidak sepantasnya mereka menyalahkan orang-orang yang
berjihad sembari menunjukkan sikap wala’ (loyalitas) kepada para
thaghut. Na’udzubillahi min dzalik.
Coba renungkan! Kalaulah para mujahid
itu salah dalam ijtihad jihadnya, manakah yang lebih besar dosanya,
salah dalam ijtihad jihad karena saking besarnya ghirah Islam, atau dosa
yang menetapkan hukum selain Allah bahkan membantu kuffar memerangi
umat Islam?
Allah tidak hanya menyalahkan Abdullah
bin Jahsy saja kemudian tidak memberi jawaban. Tapi lihatlah para
pembenci jihad dan pembenci demo. Mereka hanya menyalahkan para
mujahidin tanpa melihat kesalahan thaghut dan antek-anteknya.
Allah Memaafkan Kesalahan Ijtihad Jihad
Kesalahan Abdullah bin Jahsy lainnya
adalah membagi rampasan perang tanpa izin Rasul. Ternyata kesalahan ini
akhirnya dibenarkan oleh Allah dengan turunnya surat Al-Anfal ayat 41:
“Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja
yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya
SEPERLIMA untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan
kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari
Furqan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu” (Qs Al-Anfal 41).
Bahkan ayat 217 surat Al-Baqarah yang
menjadi jawaban Allah atas kesalahan ijtihad Abdullah bin Jahsy ini
ditegaskan lagi dengan ayat selanjutnya:
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka
itu mengharapkan rahmat allah, dan allah maha pengampun lagi maha
penyayang” (Qs Al-Baqarah 218).
Dengan demikian dapatlah disimpulkan
bahwa perbuatan Abdullah bin Jahsy dan anggota Sariyyah Nakhlah tetaplah
dinilai sebagai sebuah kesalahan. Tetapi itu dilakukan karena besarnya
ghirah terhadap Islam dan berkobarnya semangat jihad mereka. Karena
itulah Allah telah mengampuni dan meridhai mereka.
Beginilah semestinya sikap kita dalam menilai kesalahan mereka yang membela Allah dan Rasul-Nya. Wallahu a’lam.
Oleh: Al-Ustadz Fuad Al-Hazimi[taz/voa-islam.com]