Translate

Hijr Calender

Al-Balad

free counters

Ustadz Arifin Ilham : Zikir dan Jihad harus beriringan

Diposting oleh Abdullah Al-Haq On 02.37

JAKARTA (Arrahmah.com) - Ustadz Arifin Ilham, pimpinan majelis dzikir Az Zikra yang selalu memimpin umat untuk senantiasa mengingat Allah. Tak seperti biasanya yang selalu lembut, ketika memberikan sambutan di acara milad Front Pembela Islam (FPI) yang ke-14 Sabtu (1/9/2012) di Lapangan Monas Jakarta, dia laksana singa podium yang lantang berorasi.

Di hadapan puluhan ribu jamaah ia menyerukan untuk meningkatkan semangat dzikir dan jihad. "Ya ikhwanal mujahidin wal mujahidah, dzikir dan jihad dua hal yang dibedakan namun tidak dapat dipisahkan, puncak dari dzikir adalah jihad fisabilillah karena itu setiap dzikir dan doa menjadi senjatanya orang mukmin."

"Lihatlah saudara-saudara kita di Palestina, Irak, Afghanistan, Filipina, Myanmar dan lainnya. Bagaimana mungkin kita bisa tenang dan tidur nyenyak sementara darah para syuhada terus mengalir" ujarnya seperti dilansir Suara Islam Online.

Dengan suara lantang Ustadz Arifin menyeru "Ya Ikhwah, dahulu ketika umat Islam yang jumlahnya minoritas menghantam mundur pasukan adidaya Romawi dan Persia. Ketika itu sifat istimewa tentara Islam yaitu malamnya seperti rahib dan siangnya seperti singa. Malam menjalin hubungan mesra memperkuat ruhiyah kepada Allah, di situlah lahir kekuatan fisik, jihad fisabillah, di situlah melahirkan kemenangan. Maka mujahid wajib tahajud di setiap malam." Allahuakbar!

"Sejarah mencatat dua pertiga dunia pernah dikuasai Islam, ternyata tidak hanya dibayar dengan tetasan darah tetapi dibayar dengan linangan air mata tahajud. Maka orang yang berdzikir mencintai jihad" tegasnya. (bilal/arrahmah.com)


*Sumber : www.arrahmah.com
READ MORE - Ustadz Arifin Ilham : Zikir dan Jihad harus beriringan
Category : edit post

Kafirnya Orang Yang Mencela Sahabat Nabi

Diposting oleh Abdullah Al-Haq On 01.08

Kalau kita melihat tindak tanduk Rafidhah (baca: Syi’ah), mereka tidaklah lepas dari mencela sahabat. Ulama-ulama mereka tidak segan-segan mengatakan bahwa ‘Aisyah –istri tercinta Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam- itu kafir dan pantas menempati neraka. Banyak literatur Syi’ah yang menyebutkan ajaran demikian, bukan hanya satu atau dua pernyataan, bahkan sudah menjadi ajaran pokok mereka. Tulisan kali ini akan menunjukkan bagaimana pujian Allah pada mereka, sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Juga akan dijelaskan pula mengenai kafirnya orang yang mencela sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Merenungkan Sifat Mulia Para Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Sifat mulia para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, termaktub dalam ayat berikut setelah Allah memuji Rasul-Nya yang mulia. Allah Ta’ala berfirman,

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآَزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al Fath: 29).

Mula-mula ayat ini berisi pujian Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak disangsikan lagi adalah benar. Lalu beliau dipuji sebagai utusan Allah, di mana pujian ini mencakup semua sifat yang mulia. Kemudian setelah itu, barulah datang pujian kepada sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa saja pujian bagi para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Pertama: Mereka keras terhadap orang kafir namun begitu penyayang terhadap sesama mereka yang beriman sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas,

وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

“Dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka”

Pujian seperti itu terdapat pula dalam ayat lainnya,

فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ

“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir” (QS. Al Maidah: 54).

Inilah sifat yang semestinya dimiliki oleh orang beriman. Mereka keras dan berlepas diri dari orang kafir dan mereka berbuat baik terhadap orang-orang beriman. Mereka bermuka masam di depan orang kafir dan bermuka ceria di hadapan saudara mereka yang beriman. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً

“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa” (QS. At Taubah: 123).

Dari An Nu’man bin Basyir, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam” (HR. Muslim no. 2586).

Dari Abu Musa, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti sebuah bangunan yang bagian-bagiannya saling menguatkan satu dan lainnya” (HR. Bukhari no. 6026 dan Muslim no. 2585).

Kedua: Para sahabat nabi adalah orang yang gemar beramal sholeh, juga memperbanyak shalat dan shalat adalah sebaik-baik amalan

Ketiga: Mereka dikenal ikhlas dalam beramal dan selalu mengharapkan pahala di sisi Allah, yaitu balasan surga.

Kedua sifat ini disebutkan dalam ayat di atas,

تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا

“Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya”

Keempat: Mereka terkenal khusyu’ dan tawadhu’. Itulah yang disebutkan dalam ayat,

سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ

“Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud”.

Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud adalah tanda yang baik. Mujahid dan ulama tafsir lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud adalah khusyu’ dan tawadhu’.

Ulama pakar tafsir lainnya, yaitu As Sudi berkata bahwa yang dimaksud adalah shalat telah membaguskan wajah mereka.

Sebagian salaf berkata,

من كثرت صلاته بالليل حسن وجهه بالنهار

“Siapa yang banyak shalatnya di malam hari, maka akan berserilah wajahnya di siang hari.”

Sebagian mereka pula berkata,

إن للحسنة نورا في القلب، وضياء في الوجه، وسعة في الرزق، ومحبة في قلوب الناس.

“Setiap kebaikan akan memancarkan cahaya di hati dan menampakkan sinar di wajah, begitu pula akan melampangkan rizki dan semakin membuat hati manusia tertarik padanya.”

Karena baiknya hati, hal itu akan dibuktikan dalam amalan lahiriyah. Sebagaimana kata ‘Umar bin Al Khottob,

من أصلح سريرته أصلح الله علانيته.

“Siapa yang baik hatinya, maka Allah pun akan memperbaiki lahiriyahnya.”

Para sahabat radhiyallahu ‘anhum, niat mereka dan amal baik mereka adalah murni hanya untuk Allah. Sehingga siapa saja yang memandang mereka, maka akan terheran dengan tanda kebaikan dan jalan hidup mereka. Demikian kata Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya.

Kelima: Para sahabat dipuji oleh umat sebelum Islam dan mereka adalah sebaik-baik umat.

Imam Malik rahimahullah berkata bahwa telah sampai pada beliau, jika kaum Nashoro melihat para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menaklukkan Syam, mereka berkata, “Demi Allah, mereka sungguh lebih baik dari Hawariyyin (pengikut setia Nabi ‘Isa ‘alaihis salam), sebagaimana yang sampai pada kami.” Kaum Nashrani telah membenarkan hal ini. Ini menunjukkan bahwa umat Islam adalah umat yang dalam anggapan umat-umat sebelum Islam sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab mereka. Dan umat Islam yang paling mulia dan utama adalah para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu dalam ayat yang kita bahas di atas disebutkan,

ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآَزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ

“Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya.”

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Demikianlah sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menguatkan, mendukung dan menolong Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga mereka selalu bersamanya sebagaimana tunas yang selalu menyertai tanaman”. Tunas itulah ibarat para sahabat dan tanaman itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panutan mereka.


Kafirnya Orang yang Mencela Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Setelah disebutkan sifat-sifat mulai para sahabat, kemudian Allah menyebutkan sifat mereka yang selalu menolong Nabi mereka shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana halnya tunas pada tanaman, lalu disebutkan,

يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ

“Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir”.

Sebagaimana dalam salah satu riwayat dari Imam Malik rahimahullah, beliau mengkafirkan Rafidhah (Syi’ah) di mana mereka menaruh kebencian pada para sahabat. Imam Malik berkata,

لأنهم يغيظونهم، ومن غاظ الصحابة فهو كافر لهذه الآية

“Karena para sahabat membuat hari mereka jengkel. Dan siapa yang jengkel (murka) pada para sahabat, maka ia kafir berdasarkan ayat ini.”

Sekelompok ulama sependapat dengan Imam Malik dalam hall ini. Juga banyak hadits yang menunjukkan keutamaan para sahabat dan larangan mencela mereka sebagai pendukung. Cukup dengan pujian dan ridho Allah atas mereka sebagaimana terbukti dalam ayat ini.


Bukti dari Literatur Syi’ah Mengenai Celaan pada Para Sahabat

[1] Salah satu buku induk ajaran Syi’ah yaitu karangan ulama besar mereka, Al Kulaini menyebutkan riwayat dari Ja’far ‘alaihis salam, “Manusia (para sahabat) telah murtad setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali tiga orang.” Aku berkata, “Siapa saja tiga orang tersebut?” Disebutkan, “Al Miqdad bin Al Aswad, Abu Dzar Al Ghifari dan Salman Al Farisi”. (Furu’ Al Kaafi, Al Kulaini, hal. 115)

***

Lihatlah bagaimana tujuan keji Syi’ah yang bukan hanya mencela, namun menganggap murtad para sahabat yang mulia kecuali tiga sahabat di atas.

[2] Al Majlisi menyebutkan dalam kitabnya bahwa bekas budak ‘Ali bin Husain. Di mana ia pernah bersama ‘Ali bin Husain. Lalu bekas budaknya ini berkata pada ‘Ali bin Husain, “Engkau punya kewajiban untuk memberitahukanku mengenai dua orang pria yaitu Abu Bakr dan ‘Umar.” ‘Ali bin Husain berkata, “Mereka berdua itu kafir. Dan siapa saja yang mencintai keduanya, maka ia juga ikut kafir.” (Baharul Anwar, Al Majlisi, 29: 137)

***

Perlu diketahui bahwa sebenarnya ‘Ali bin Husain dan ahlul bait tidaklah seperti yang diceritakan di atas. Mereka sebenarnya berlepas diri dari kebiadaban dan tuduhan keji orang-orang Syi’ah. Dan ini jadi bukti bagaimana bencinya orang Syi’ah pada dua sahabat yang mulia yaitu Abu Bakr dan ‘Umar. Padahal Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memuji Abu Bakr dengan julukan shiddiq (orang yang paling membenarkan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan menyebut ‘Umar dengan syuhada’.

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan ‘Utsman. Gunung Uhud pun berguncang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,

اثْبُتْ أُحُدُ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ نَبِىٌّ وَصِدِّيقٌ وَشَهِيدَانِ

“Diamlah Uhud, di atasmu ada Nabi, Ash Shiddiq (yaitu Abu Bakr) dan dua orang Syuhada’ (‘Umar dan ‘Utsman)” (HR. Bukhari no. 3675).

[3] Ulama pakar tafsir di kalangan Syi’ah yaitu Al Qummi berkata mengenai firman Allah Ta’ala,

وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ

“Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan” (QS. An Nahl: 90). Namun lihatlah bagaimana tafsiran Al Qummi mengenai ayat ini. Ia berkata, “Fahsya’ adalah Abu Bakr, munkar adalah ‘Umar (bin Khottob), dan baghyu adalah ‘Utsman (bin ‘Affan).” (Tafsir Al Qummi, 1: 390)

***

Jika ulama Syi’ah saja mencela seperti ini, bagaimana lagi dengan pengikutnya?

[4] Yusuf Al Jaroni dalam kitabnya menyebutkan bahwa ‘Aisyah telah murtad setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana murtadnya sahabat Al Jamm Al Ghofir (Asy Syihab Ats Tsaqib fii Bayani Ma’na An Nashib, Yusuf Al Jaroni, hal. 236).

[5] Dalam buku Syi’ah, mereka menuduh ‘Aisyah telah berzina. Mengenai firman Allah Ta’ala yang sebenarnya mensucikan ‘Aisyah dari tuduhan zina yaitu pada surat An Nuur,

أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ

“Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu)” (QS. An Nuur: 26). Kata mereka, ayat ini yang dimaksud adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan pada istrinya ‘Aisyah. (Ash Shiroth Al Mustaqim, Zainuddin An Nabathi Al Bayadhi, 3: 165)

***

Bagaimana mungkin ‘Aisyah dituduh berzina, sedangkan dalam surat An Nuur sebelumnya disebutkan,

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (QS. An Nuur: 26).

Bagaimana pula ‘Aisyah itu murtad dan berbuat zina, sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu menaruh hati pada ‘Aisyah. Lihatlah bagaimana ungkapan cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada istrinya tercinta.

قَالَتْ عَائِشَةُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم كُنْتُ لَكِ كَأِبي زَرْعٍ لِأُمِّ زَرْعٍ

‘Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku bagimu seperti sayangnya Abu Zar’ pada Ummu Zar’. (HR. Bukhari no. 5189 dan Muslim no. 2448).

Dalam riwayat lain, A’isyah berkata,

يَا رَسُوْلَ اللهِ بَلْ أَنْتَ خَيْرٌ إِلَيَّ مِنْ أَبِي زَرْعٍ

“Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik kepadaku daripada Abu Zar’” (HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubro 5: 358, no. 9139)


Pujian Tinggi pada Para Sahabat

Di akhir ayat, Allah menyebutkan pujian tinggi pada para sahabat,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”.

Siapa saja yang mengikuti para sahabat dalam sifat mulia mereka, ia akan mendapatkan keutamaan demikian.

Ya Allah, berilah kami petunjuk untuk mengikuti jejak mulia para sahabat dan moga kami menjadi orang-orang yang mencintai mereka.

Kami tutup tulisan ini dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِى ، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ

Janganlah kalian mencela sahabatku. Seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas semisal gunung Uhud, maka itu tidak bisa menandingi satu mud infak sahabat, bahkan tidak pula separuhnya” (HR. Bukhari no. 3673 dan Muslim no. 2540).

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Referensi:

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, tahun 1421 H, 13: 132-135.
Man Hum Asy Syi’ah Itsna ‘Asyariyyah, ‘Abdullah bin Muhammad As Salafi, dd-sunnah.net, cetakan pertama, 1428 H.
Min ‘Aqoidi Asy Syi’ah, ‘Abdullah bin Muhammad As Salafi (dengan muqoddimah: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz), dd-sunnah.net, cetakan ketiga, 1428 H.

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 27 Rabi’uts Tsani 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id

READ MORE - Kafirnya Orang Yang Mencela Sahabat Nabi
Category : edit post

Kisah Mujahidin Muda Pembunuh Abu Jahal di Perang Badar

Diposting oleh Abdullah Al-Haq On 23.49

VOA-ISLAM.COM - Sungguh berbeda kondisi para remaja di zaman ini dengan zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Remaja masa kini tenggelam dengan tsunami pergaulan bebas dan weternisasi. Perilaku mereka tak lagi meneladani sang Rasulullah namun Boys Band dan artis-artis semisal Justin Biber. Tak sampai disitu, wabah “alay” pun menjangkiti, lebih parah lagi diantara mereka ada yang bangga bertingkah seperti banci.

Sungguh tak akan selesai mengungkap kebobrokan remaja di zaman ini, maka sudah saatnya para remaja mulai memperbaiki diri. Lihatlah apa yang dilakukan dua remaja ketika perang Badar di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dr. Raghib As Sirjani dalam kitabnya “Risalatun ila Syababil Ummah” yang diterjemahkan berjudul “Menjadi Pemuda Peka Zaman”, dengan bahasa yang komunikatif beliau menjadikan kisah tersebut sebagai motivasi bagi para remaja. Berikut ini petikan kisah Muadz bin Amr bin Jamuh dan Muawwidz bin Afra’ tersebut.

Kedua pemuda yang masih belia ini mempunyai kisah hidup yang tidak pernah terpikir atau terbesit di dalam benak siapapun. Pertama adalah Muadz bin Amr bin Jamuh, usianya baru empat belas tahun. Sementara yang kedua adalah Muawwidz bin Afra’, usianya baru tiga belas tahun. Akan tetapi, dengan penuh antusias keduanya bergegas ikut serta bergabung bersama pasukan kaum muslimin yang akan berangkat menuju lembah Badar.

Kedua pemuda belia ini memiliki nasib baik karena tubuh keduanya terlihat kuat dan usianya terlihat relatif lebih dewasa. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. menerima keduanya masuk dalam skuad pasukan kaum muslimin yang akan berperang melawan kaum musyrikin pada perang Badar. Meskipun usia mereka masih sangat muda belia, tetapi ambisi mereka jauh lebih hebat dan lebih besar daripada ambisi para orang tua atau kaum lelaki yang lain.

Di sini mari kita dengarkan bersama penuturan dari seorang sahabat yang mulia Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu. seperti yang terdapat di dalam Shahih Al-Bukhari. Abdurrahman Radhiyallahu ‘anhu menggambarkan sikap dan tindakan yang sangat ajaib dari kedua pemuda pemberani ini! Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu menuturkan :

“Pada perang Badar, saya berada di tengah-tengah barisan para Mujahidin. Ketika saya menoleh, ternyata di sebelah kiri dan kanan saya ada dua orang anak muda belia. Seolah-olah saya tidak bisa menjamin mereka akan selamat dalam posisi itu.”

Kedua pemuda belia itu adalah Muadz bin Amr bin Jamuh dan Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhuma. Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu sangat heran melihat keberadaan kedua anak muda belia ini di dalam sebuah peperangan yang sangat berbahaya seperti perang Badar. Abdurrahman merasa khawatir mereka tak akan mendapatkan bantuan atau pertolongan dari orang-orang di sekitar mereka berdua, disebabkan usia keduanya yang masih muda.

Lalu Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu melanjutkan kisahnya dengan penuh takjub :

“Tiba-tiba salah seorang dari kedua pemuda ini berbisik kepada saya, ‘Wahai Paman, manakah yang bernama Abu Jahal?” Pemuda yang mengatakan hal ini adalah Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu Ia berasal dari kalangan Anshar dan dirinya belum pernah melihat Abu Jahal sebelumnya. Pertanyaan mengenai komandan pasukan kaum musyrikin, sang lalim penuh durjana di Kota Mekkah dan “Fir’aun umat ini”, menarik perhatian Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu. Lantas ia pun bertanya kepada anak muda belia tadi, “Wahai anak saudaraku, apa yang hendak kamu lakukan terhadapnya?”

Sang pemuda belia itu menjawab dengan jawaban yang membuat Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu tak habis pikir! Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Saya mendapat berita bahwa ia adalah orang yang pernah mencaci maki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Allah yang jiwa saya dalam genggaman-Nya! Jika saya melihatnya, pupil mata saya tidak akan berkedip memandang matanya hingga salah seorang di antara kami terlebih dahulu tewas (gugur).”

Ya Allah, betapa kokoh dan kuatnya sikap anak muda belia ini! Seorang anak muda belia yang tinggal di Madinah Al-Munawwarah. Ketika ia mendengar bahwa ada orang yang mencaci maki baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di kota Mekkah yang jaraknya hampir 500 km dari tempat tinggalnya, bara api kemarahan berkobar di dalam hatinya dan semangat ingin membela baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membara di dalam jiwanya.

Ia pun berikrar untuk melakukan sesuatu yang bisa membela keyakinan, harga diri dan tempat-tempat suci agamanya. Dan kesempatan itu datang kala perang berkecamuk, yakni ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala membawa Abu Jahal menuju lembah Badar. Maka ia pun berikrar bahwa ia sendiri yang akan membunuhnya.

Sungguh, pemuda belia ini benar-benar bersumpah bahwa jika ia melihat Abu Jahal, maka ia tidak akan membiarkannya begitu saja hingga salah seorang dari mereka meninggal dunia. Ia tidak merasa cukup hanya dengan tercapainya cita-cita ikut serta dalam perang Badar dan melakukan tugas mulia yang dibebankan kepadanya.

Tidak merasa cukup hanya dengan memenuhi mimpinya dengan membunuh seseorang dari pasukan kaum musyrikin saja. Akan tetapi, yang menjadi ambisi utamanya, impian masa depannya, target dan tujuan hidupnya; adalah ia harus membunuh si durjana dan si lalim ini (Abu Jahal). Meskipun tebusannya, ia akan mati syahid di jalan Allah.

Subhanallah! Sebenarnya, ia boleh saja – tidak ada orang yang akan mencelanya – berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia akan membunuh salah seorang dari kalangan kaum musyrikin dan menyerahkan urusan membunuh komandan pasukan kaum musyrikin yang lalim ini kepada salah seorang pahlawan Islam terkemuka, atau salah seorang ahli perang yang sudah diketahui kemampuan dan kemahirannya dalam bertempur. Akan tetapi, ambisi dan obsesi utamanya laksana ingin sampai ke puncak bangunan yang tinggi menjulang.

Tentunya, hal ini bukan satu sikap yang biasa. Ini adalah satu sikap yang benar-benar menakjubkan. Bahkan Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu sendiri menuturkan, “Saya pun merasa takjub akan hal itu.” Namun rasa takjub dan keheranan Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu belum berhenti sampai di situ. Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu bukan satu-satunya anak muda belia yang jarang ditemukan di tengah-tengah barisan pasukan kaum muslimin. Ia punya teman sejawat yang saleh dan seusia atau sedikit lebih muda darinya. Anak muda ini juga bersaing dengannya dalam hal yang sama.

Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Seorang pemuda belia yang lain (Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu) menghentak saya dan mengatakan hal yang serupa.” Lalu Abdrurahman melanjutkan kisahnya, “Tiba-tiba saja saya melihat Abu Jahal berjalan di tengah-tengah kerumunan orang ramai. Saya berkata, “Tidakkah kalian melihat orang itu ia adalah orang yang baru saja kalian tanyakan kepadaku!”

Melihat Abu Jahal, darah amarah kedua pahlawan belia ini pun membara. Tekad bulat mereka semakin mantap untuk merealisasikan tugas yang sangat mulia, yang senantiasa bergeliat dalam mimpi dan benak pikiran meraka.

Sekarang, mari kita simak bersama penuturan Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu ketika ia menggambarkan situasi yang sangat menakjubkan tersebut, seperti yang terdapat dalam riwayat Ibnu Ishaq dan di dalam kitab Ath-Thabaqat karya Ibnu Sa’ad.

Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Saya mendengar kaum musyrikin mengatakan, ‘tidak seorang pun dari pasukan kaum muslimin yang dapat menyentuh Al-Hakam (Abu Jahal)’.” Saat itu , Abu Jahal berada di tengah-tengah kawalan ketat laksana pohon yang rindang.

Abu Jahal, sang komandan terkemuka dari bangsa Quraisy datang dalam iring-iringan para algojo dan orang-orang kuat laksana hutan lebat. Mereka melindungi dan membelanya. Ia adalah simbol kekufuran dan komandan pasukan perang, sehingga sudah pasti jika pasukan batalyon terkuat di kota Mekkah dikerahkan untuk melindungi dan membelanya.

Di samping itu, kaum musyrikin juga saling menyerukan, “Waspadalah, jangan sampai pemimpin dan komandan kita (Abu Jahal) terbunuh!” Mereka mengatakan, “Tidak seorang pun musuh yang dapat menyentuh Abul-Hakam (Abu Jahal)!”

Meskipun Abu Jahal dilindungi sedemikian rupa dan pengawalannya begitu ketat, namun hal itu tak menghalangi Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu untuk tetap membulatkan tekadnya, melaksanakan tugasnya, serta merealisasikan cita-cita suci di dalam hidupnya.

Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Ketika saya mendengarkan perkataan itu, saya pun semakin membulatkan tekad. Saya memfokuskan diri untuk mendekatinya. Ketika tiba waktunya, saya langsung menghampirinya dan memukulkan pedang kepadanya hingga setengah kakinya (betis) terputus.”

Subhanallah! Hanya satu sabetan pedang dari tangan anak muda belia ini, betis seorang lelaki (Abu Jahal) putus dalam sekejap.

Tanyakanlah kepada para dokter atau tim medis yang pernah melakukan operasi pemotongan, betapa sulitnya melakukan hal tersebut! Coba pula tanyakan kepada para pahlawan dan ahli perang yang bergelut di medan pertempuran yang dahsyat, betapa sangat sulitnya hal itu dilakukan!

Wahai generasi muda Islam! Apa sebenarnya yang kita bahas sekarang? Apakah kita berbicara mengenai tingkatan kepahlawanan dalam perang yang ideal? Ataukah gambaran keberanian yang sangat fantastis? Ataukah seni keahlian perang yang paling indah? Ataukah kekuatan tenaga? Ataukah ketajaman daya pikir dan insting? Ataukah kejujuran dalam berjihad, niat yang ikhlas, dan keinginan yang kuat? Ataukah sebelum semua itu, dan yang paling penting kita bicarakan adalah tentang taufik (pertolongan) Allah 'azza wa jalla kepada para mujahidin di jalan-Nya. Allah azza wa jalla berfirman :

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Al-Ankabut : 69)

Wahai generasi muda Islam! Pemuda belia ini baru berusia empat belas tahun. Dirinya mampu memotong betis Abu Jahal hanya dengan satu pukulan saja. Padahal Abu Jahal berada dalam perlindungan dan pengawalan yang sangat ketat dari pasukan kaum musyrikin.

Ia benar-benar telah merealisasikan mimpinya selama ini. Hati sanubarinya terasa damai, dan ia telah berhasil membalas dendam kesumatnya demi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, apakah semua itu dilakukan begitu saja tanpa pengorbanan?!

Hal itu sangat mustahil! Tentunya taruhannya harus ditebus dengan darah. Sebab, pohon kejayaan dan kemuliaan tidak akan tumbuh berkembang selain dengan darah-darah para Mujahidin dan Syuhada.

Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Pada perang itu (Badar), anaknya (Abu Jahal), Ikrimah -pada waktu itu ia masih musyrik – menebas lengan saya dengan pedangnya hingga hampir terputus dan hanya bergantung pada kulitnya saja.”

Tangan pemuda belia itu hampir terpisah dari tubuhnya, hanya bergantung pada kulitnya saja. Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu kehilangan lengan tangannya di jalan Allah!

Namun di atas semua itu, berputus asakah ia? Menyesalkah ia? Apakah ia merasa bahwa ia telah melakukan tindakan yang salah? Apakah ia berharap, seandainya ia tidak ikut dalam medan perang serta hidup dengan selamat dan damai di Madinah, sehingga dirinya terhindar dari luka penderitaan, dan cacat?

Wahai generasi muda Islam! Semua itu sedikit pun tak pernah terbesit dalam benaknya. Justru yang menjadi ambisinya pada saat-saat seperti ini adalah ia harus meneruskan perjalanan jihadnya di jalan Allah Ta’ala. Sebab, masih banyak musuh yang memerangi umat islam dan orang-oarng ikhlas harus segera membela dan berjuang meskipun hanya dengan satu tangan.

Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu melanjutkan kisahnya,

“Pada hari itu, saya benar-benar berperang seharian penuh. Tangan saya yang hampir putus itu hanya bergelantungan di belakang. Dan ketika ia menyulitkan saya, saya pun menginjaknya dengan kaki, lalu saya menariknya hingga tangan saya terputus.”

Ia justru memisahkan tangan dari jasadnya agar bisa mengobarkan jihad dengan bebas dan leluasa! Subhanallah! Lantas, di mana teman pesaingnya untuk membunuh si durjana dan si lalim kelas kakap itu? Di mana Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu?

Mari kita simak bersama penuturan Muadz bin Amr bin Jamuh ra. tentang teman pesaingnya ini :

“Lalu Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu melintas di hadapan Abu Jahal yang sedang terluka parah, kemudian ia pun menebasnya dengan pedang. Kemudian membiarkannya dalam keadaan tersengal-sengal dengan nafas terakhirnya.”

Maksudnya, Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu juga berhasil merealisasikan tujuan dan cita-citanya. Ia menebas Abu Jahal dengan pedang di kala ia berada di tengah-tengah kerumunan para pengawal dan pelindungnya. Namun, ia berhasil memukul Abu Jahal hingga membuatnya terjungkal ke tanah seperti orang yang tak berdaya, tetapi ia masih mempunyai sisa-sisa nafas terakhir. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu datang untuk menghabisi nyawa Abu Jahal.

Demikianlah keadaaannya. Kedua pahlawan cilik ini berlomba-lomba dan bersaing untuk menghabisi si durjana, yang pada akhirnya mereka mendapat nilai seri!

Coba perhatikan! Dalam rangka apa mereka bersaing?

Lantas keduanya datang menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masing-masing mengatakan, “Saya telah membunuh Abu Jahal, wahai Rasulullah!”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada mereka berdua sebagaimana yang terdapat di dalam riwayat Al Bukhari dan Muslim, “Apakah kalian telah menghapus (bercak darah yang menempel pada) pedang kalian?“ mereka berdua menjawab, “Belum.” Maka beliau melihat kedua pedang pahlawan cilik tersebut. Lantas beliau bersabda, “Kalian berdua telah membunuhnya.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menyimpulkan bahwa kedua pahlawan- belia itu memperoleh nilai yang sama dan seri.

Subhanallah! Apakah sampai di sini saja kisah kepahlawanan kedua pemuda belia ini? Belum, wahai generasi muda Islam! Namun, kisah mereka masih terus berlanjut pada babak berikutnya.

Kita telah menyaksikan bahwa Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu harus rela kehilangan tangannya sebagai harga mati dari perjuangan, kejujuran, dan kebulatan tekadnya. Lantas apa yang telah dipersembahkan oleh Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu? Muawwidz Radhiyallahu ‘anhu telah mempersembahkan seluruh jiwanya. Sehingga ia memperoleh mati syahid di jalan Allah!

Pahlawan tangguh yang masih muda belia ini – usianya baru tiga belas tahun – terus melanjutkan petualangan jihad dan perjuangannya setelah ia mempersembahkan perjuangan yang sangat berharga hingga terbunuhnya Abu Jahal. Akan tetapi, ia tidak merasa puas hanya dengan perjuangan sebatas itu. Meskipun hasilnya bisa dibanggakan, namun ia terus berjuang dan maju menerjang musuh hingga memperoleh mati syahid di jalan Allah, yang padahal usianya masih sangat muda belia.

Wahai generasi muda, biginilah simbol kejayaan dan kemuliaan! Dan beginilah persaingan yang hakiki. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَفِيْ ذلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُوْنَ

“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (Al-Muthaffifin : 26). Sampai disini kisah tersebut.

Ketahuilah wahai para pemuda, betapa leluasa Abu Jahal abad ini mencaci hingga memerangi umat Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Jahal abad ini telah menghina syari’at i’dad dan jihad yang Allah Ta’ala perintahkan dengan sebutan keji; “tindak pidana terorisme.” Mereka tuding semangat menegakkan daulah islamiyah dan khilafah sebagai paham radikal. Mereka hinakan para ulama muwahhid dengan menghakiminya lewat hukum thaghut. Mereka menawan para mujahidin dan membantainya sesuka hati. Bahkan yang lebih “gila” lagi, mereka fitnah gerakan jihad dibiayai lewat bisnis narkoba (narcoterrorism).

Masih adakah remaja yang mendidih darahnya menyaksikan kezhaliman tersebut? Sungguh saat ini, umat begitu merindukan sosok remaja seperti Muadz bin Amr bin Jamuh dan Muawwidz bin Afra’ yang siap membinasakan Abu Jahal abad ini. Wallahu a’lam bis Shawab [Ahmed Widad]

*Sumber : www.voa-islam.com
READ MORE - Kisah Mujahidin Muda Pembunuh Abu Jahal di Perang Badar
Category : edit post

Perbedaan Mereka & Kita

Diposting oleh Abdullah Al-Haq On 19.27

"Disaat mereka menangis karena kekejaman Zionist Israel...
Kita disini menangis karena ini (putus cinta)"

"Disaat pemuda Muslim disana untuk memperjuangkan Islam...
Pemuda Muslim disini melakukan ini (nonton konser)"

"Di waktu muslimah menjaga kehormatannya...
"Muslimah disini malah mengumbarnya (pakaian menampakkan aurat)

"Saat mereka serius memikirkan strategi (Jihad)...
"Disini kita serius menyaksikan ini (pertandingan sepak bola)"
READ MORE - Perbedaan Mereka & Kita
Category : edit post

Azab Allah Ta'ala Kepada Ariel Sharon

Diposting oleh Abdullah Al-Haq On 00.45
Ariel Sharon, siapa yang tak kenal dengan salah satu tokoh dan aktor pembantaian warga Muslim di Palestina. Dia salah seorang pemimpin negara Zionist Israel yang tangannya belum kering dari darah-darah umat Muslim Palestina. Pembunuhan, penindasan, pengeboman, penyembelihan dan bermacan-macan kebengisan adalah satu hobi sang mantan perdana menteri Israel Laknatullah ini. Dibawah arahannya, pasukan Israel dengan entengnya menyerang, membantai dan membunuh warga Muslim Palestina dan dengan lobi nya pula, dunia hanya bisa sebagai penonton pasif, PBB ciut nyalinya, Lembaga HAM dunia tutup mata dan telinga untuk masalah ini.

Dan sekarang Ariel Sharon menerima hasil dari perbuatannya, yaitu azab dari Allah Ta'ala. Sang penjagal tersebut terkulai lemas di sebuah kamar rumah sakit Hadasa, Israel. Tubuhnya yang kurus dan terkulai lemas layaknya mayat hidu atau mumi hidup yang bernyawa namun mati.

Diinformasikan bahwa para dokter di Rumah Sakit Hadasa telah mamasukkan Ariel Sharon ini ke ruang operasi untuk kembali dilakukannya proses pembedahan. Ia memiliki luka yang telah membusuk dan membuatnya tidak sadarkan diri selama beberapa minggu. Tindakan operasi tersebut dilakukan untuk menyambung bagian-bagian ususnya yang telah membusuk dan mulai menyebar ke bagian tubuh yang lain.

Demikianlah keadaan musuh Allah Subhanahu waTa'ala dan orang yang membenci dan memerangi Islam yang gemar menumpahkan darah. Dikatakan juga penyumbatan juga terjadi di daerah otak Ariel Sharon sehingga menyebabkan kerusakan di sekujur tubuhnya. Ini lah balasan dari Allah Azza wa Jalla akan perbuatan si penindas umat Nabi Muhammad Shallahu'alahi wassalam yang berlangsung terus menerus siang dan malam. Ariel Sharon yang dulunya sehat sekarang menderita kelumpuhan diseluruh tubuh dan tidak pula bisa menggerakkannya walaupun hanya menggerakkan mata.

Masih jelas diingatan para Muslimin tentang sosok Ariel Sharon yang bertanggung jawab atas penyerangan pasukan zionist Israel Laknatullah ke Sinai dan Lebanon yang banyak menewaskan Muslimin baik pria, wanita dan juga anak-anak. Ia juga yang menyembelih para tawanan Mesir. Saat ini si bengis tersebut bagaikan mayat hidup dan ia tidak sadar sama sekali dan tidak pula mengetahui apa-apa disekelilingnya.



Ini bukti jelas azab Allah Subhanahu waTa'ala yang ditujukan kepada sang thaghut kafir Laknatullah yang gemar menumpahkan darah umat Islam tekhususnya di Palestina. Sungguh azab Allah itu sangatlah pedih. Ariel Sharon tengah merasakan apa itu azab Allah Ta'ala sehingga tubuh yang dulu ia gunakan untuk menindas, membantai dan menumpahkan darah Muslimin terkulai tak berdaya diatas tempat tidur bagaikan mayat hidup.

Benarlah firman Allah SWT :
”Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu benar “(Fushilat:53)

Ariel Sharon telah koma selama 4 tahun lebih dan para dokter Israel mengatakan dan memprediksi bahwa ia akan terus koma hingga umur 90 tahun jika ia belum mati-mati. Begitulah siksa dan Azab Allah di dunia yang ditujukan kepada musuh-musuhNya, belum lagi siksaan abadi yang akan ia terima di akhirat kelak. Dikatakan berat Ariel Sharon menurut drastis. Ada yang menyatakan bahwa berat Ariel Sharon kini kira-kira 15 Kilogram saja.

Semoga Allah menghinakan para musuh-musuhNya dan menolong para pasukan-pasukanNya (mujahidin) dan hamba-hambaNya yang berserah diri hanya kepada Allah. Amiin.
Wallahua'alam (ARA/Usudullah.co.cc)
READ MORE - Azab Allah Ta'ala Kepada Ariel Sharon
Category : edit post

Doa Supaya Mendapat Husnul Khatimah

Diposting oleh Abdullah Al-Haq On 09.46
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Husnul khatimah menjadi dambaan kita semua. Karena nilai kita ditentukan saat kematian datang. Jika kita mengakhiri hidup di dunia ini dalam kondisi beriman dan dihiasi dengan ketaatan, maka itulah husnul khatimah.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَالُوا وَكَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ قَالَ يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ مَوْتِهِ

Apabila Allah menghendaki kebaikan atas hamba-Nya, maka Dia memperkerjakannya?” Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana Allah memperkerjakannya?’ Beliau menjawab, ”Allah memberinya taufiq untuk beramal shalih sebelum kematiannya.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, Imam al-Hakim menshahihkannya dalam al-Mustadrak. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Al-Shahihah, no. 1334)

Tidak Mudah Menggapai Husnul Khatimah

Saat menjelang kematian merupakan saat kesempatan terakhir bagi setan untuk menyesatkan hamba Allah. Setan berusaha sekuat tenaga untuk menyesatkannya, bahkan terkadang menjelma dalam rupa ayah dan ibunya.

Imam Ibrahim bin Muhammad bin Muflih al-Maqdisi al-Hambali dalam kitabnya Mashaaib al-Insan min Makaa-id al-Syaithan pada Bab ke-22 mengupas tentang usaha setan untuk menyesatkan orang mukmin pada saat kematian. Dalam bab tersebut, beliau menukilkan hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Sunannya bahwa Iblis berkata kepada bala tentaranya pada saat kematian manusia: Berusahalah saat sekarang, karena jika kalian gagal tidak akan ada kesempatan lagi.

Dari Wailah bin al-Asqa’ berkata bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Talkin (tuntun)-lah orang yang hendak meninggal dengan Laa Ilaaha Illallaah dan berilah kabar gembira dengan surga. Sesungguhnya orang yang mulia, dari kaum laki-laki dan wanita kebingungan dalam menghadapi kematian dan diuji. Sesungguhnya setan paling dekat dengan manusia pada saat kematian. Sedangkan melihat malaikat maut lebih berat daripada seribu kali tebasan pedang.” (HR. Abu Nu’aim)

Abdullah bin Ahmad berkata, “Pada saat saya hadir dalam kematian bapakku, saya membawakan kain untuk mengikat jenggotnya, sementara beliau dalam keadaan tidak sadar. Kemudian pada saat beliau sadar, mengatakan, ‘Belum, belum!’ Beliau mengucapkan itu berkali-kali. Saya bertanya kepada beliau, ‘wahai bapakku, apa yang tampak padamu?’ Beliau menjawab, ‘setan berdiri di depanku sambil menggigit jarinya seraya mengatakan, ‘aku gagal menggodamu wahai Ahmad.’ Saya katakan, ‘Belum, sebelum saya benar-benar meninggal’.”

Abu Hasan al-Qabisi dalam Risalah Ibnu Abi Zaid meriwayatkan bahwa seorang hamba tatkala sedang menghadapi kematian ada dua setan yang menggoda dari atas kepalanya. Salah satunya berada di sebelah kanan dan satunya lagi di sebelah kiri. Adapun yang di sebelah kanan menyerupai bapaknya lalu berkata, “Wahai anakku, saya sangat sayang dan cinta kepadamu. Jika kamu mau mati, maka matilah dengan membawa agama Nasrani sebab dia adalah sebaik-baik agama.” Dan yang berada di sebelah kiri menyerupai ibunya dan berkata, “Wahai anakku, perutku dahulu tempat hidupmu dan air susuku sebagai minumanmu serta pangkuanku sebagai tempat tidurmu, maka saya minta hendaknya kamu mati dengan membawa agama Yahudi sebab dia adalah sebaik-baik agama.”

Maka menurut Imam al-Ghazali, pada saat itu Allah menggelincirkan orang-orang yang dikehendaki oleh-Nya tergelincir. Demikian itu yang dimaksud dengan firman Allah,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran: 8)

Maksudnya, Ya Allah janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan pada saat kematian setelah Engkau beri petunjuk kepada kami beberapa kurun waktu.

Jika Allah menghendaki hidayah dan keteguhan pada hamba-Nya, maka datanglah rahmat dan Malaikat Jibril untuk mengusir setan dan mengatakan kepada orang beriman, “Wahai orang mukmin, mereka itu adalah musuh-musuhmu dari kalangan setan, maka meninggallah kamu dalam keadaan membawa agama yang hanif dan syariat Muhammad.” Dan tidak ada sesuatu yang paling dicintai oleh orang beriman kecuali Malaikat itu dan itulah yang dimaksud firman Allah,

وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

Dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 8).” Selesai perkataan Imam al-Ghazali yang dinukil Imam Ibrahim bin Muhammad al-Maqdisi dalam Menelanjangi Setan, hal. 277-278)

Ibnu Al-Jauzi dalam Shaid al-Khathir berkata, “Saya berwasiat kepada diriku dan kepada orang yang mendengar wasiatku ini agar teguh saat menghadapi kematian –tiada daya dan tiada upaya kecuali dengan izin Allah- sebab godaan dan bisikan kematian banyak syubhatnya. Dan saya merasa kasihan terhadap orang yang sakit semoga tidak tenggelam dalam sakaratul maut sehingga tidak sadar. Dan saya berlindung kepada Allah dari kematian masih dalam keadaan sadar tidak teguh dengan godaan.”

Sebab-sebab Meraih Husnul Khatimah

Husnul khatimah merupakan karunia terbesar dari Allah untuk seorang hamba. Penjagaan Allah dan meneguhkannya di atas iman lah yang menjadikannya mendapat husnul khatimah saat banyak godaan dan syubuhat menjelang kematian. “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat..” (QS. Ibrahim: 27)

Namun demikian hamba juga punya peran usaha sebagai sebab Allah menganugerahkan husnul khatimah kepadanya. Walaupun usaha hamba tidak bisa lepas dari kehendak Allah juga.

Imam Sufyan al-Tsauri pernah berpesan saat menghadapi kematian agar menjaga akidah, membaca istighfar, dan bertaubat dari dosa agar bertemu Allah dalam keadaan bersih. (Menelanjangi Syetan, Ibrahim al-Maqdisi, hal. 279)

Maka di antara upaya yang bisa dilakukan hamba untuk meraih husnul khatimah, adalah:

1. Menjaga iman dan tuntutannya berupa ketaatan dan takwa kepada Allah. Hendaknya dia menjauhi benar-benar pembatal-pembatal iman dan yang mengurangi kesempurnaannya dari berbagai maksiat. Dia bertaubat dari segala dosa dan maksiat, khususnya syirik besar amaupun yang kecil. Di antaranya dengan membaca doa yang diajarkan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك أَنْ أُشْرِكَ بِك وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُك لِمَا لَا أَعْلَمُ

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik (menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui." (HR. Ahmad dan Shahih Abi Hatim serta yang lainnya, shahih)

2. Berusaha sungguh-sungguh untuk memperbaiki zahir dan batinnya. Niat dan tujuan amalnya untuk mewujudnya keshalihan zahir dan batinnya tersebut. Sesungguhnya sunnah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang abadi bahwa pencari kebenaran akan diberi petunjuk memperolehnya, diteguhkan di atasnya, dan ditutup hidupnya dengan kebenaran.

3. Senantiasa memohon dan berdoa kepada Allah agar diwafatkan di atas iman dan takwa.

Beberapa Doa Supaya Diwafatkan Husnul Khatimah

Sangat banyak doa yang diabadikan Al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam yang bermakna permintaan agar akhir hayat husnul khatimah;

1. Doa agar diwafatkan di atas Islam,

- Doa Nabi Yusuf 'alaihis salam:

تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ

Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shaleh.” (QS. Yuusuf: 101)

- Doa tukang sihir Fir’an yang telah bertaubat,

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ

Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. Al-A’raaf: 126)

2. Doa diteguhkan di atas hidayah,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)." (QS. Ali Imran: 8)

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu." (HR. Ahmad dan at Tirmidzi)

3. Doa agar diselamatkan dari godaan setan saat mengalami sakaratul maut.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَرَمِ وَالتَّرَدِّي وَالْهَدْمِ وَالْغَمِّ وَالْحَرِيقِ وَالْغَرَقِ وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ وَأَنْ أُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أَمُوتَ لَدِيغًا

“Ya Allah, sunguh aku berlindung kepada-Mu dari pikun, terjatuh dari ketinggian, keruntuhan bangunan, kedukaan, kebakaran, dan tenggelam. Aku berlindung kepada-Mu dari penyesatan setan saat kematian, terbunuh dalam kondisi murtad dan aku berlindung kepada-Mu dari mati karena tersengat binatang berbisa.” (HR. Al-Nasai dan Abu Dawud. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Al-Jami’: no. 1282)

Makna berlindung dari penyesatan syetan ketika datang kematian adalah dikuasai olehnya ketika berpisah dari dunia sehingga setan berhasil menyesatkannya, menghalanginya dari taubat, menghambatnya dari memperbaiki dirinya dan meninggalkan kezaliman yang telah diperbuat sebelumnya. Atau menjadikannya putus asa dari rahmat Allah, membenci kematian dan berat meninggalkan dunia sehingga dia tidak ridha dengan ketentuan Allah padanya berupa kematian dan berpindah ke negeri akhirat. Akibatnya dia mengakhiri hidupnya dengan keburukan dan bertemu Allah dalam kondisi murka kepadanya. (Disarikan dari keterangan Imam al-Khathabi dalam Hasyiyah al-Suyuthi).

Penutup

Sesungguhnya akhir hayat kita memiliki kaitan dengan amal kita sejak sekarang. Siapa yang senantiasa menjaga ketaatan kepada Allah dengan penuh keikhlasan, insya Allah dia akan mengakhiri hidupnya di atas kondisi tersebut. Sebaliknya, siapa yang mengotori hidupnya dengan maksiat dan kejahatan, atau bahkan sengaja menympang. Kesempatan taubat sering disia-siakan dengan menunda-nunda, atau bahkan mencari-cari pembenaran atas kesalahan, maka biasanya dia akan mengahiri hidupnya dengan su'ul khatimah. Semoga Allah menyelamatkan kita dari kondisi semacam ini.

Ya Allah, jadikanlah amal terbaik kami pada penutupnya, jadikan sebaik-baik umur kami pada saat kami mengakhirinya, dan jadikan hari terbaik kami pada saat kami bertemu dengan-Mu. Ya Allah berilah taufik kepada kami semua untuk senantiasa berbuat kebajikan dan menjauhi kemungkaran-kemungkaran.

Segala puji hanya bagi-Nya dan semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan untuk nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Wallahu Ta’ala a’lam. [PurWD/voa-islam.com]


READ MORE - Doa Supaya Mendapat Husnul Khatimah
Category : edit post

Jihad : Kewajiban Yang Hilang

Diposting oleh Abdullah Al-Haq On 00.16

Jihad fi Sabilillah merupakan kewajiban agung yang dicintai oleh hati setiap mukmin, walaupun banyak kesulitannya. Karena jihad akan membimbingnya di dunia dan akhirat. Jihad akan mengeluarkannya dari lembah kekerdilan ke puncak kejayaan, dari kehinaan kepada kemuliaan, dan dari kekalahan kepada kemenangan dengan izin Allah.

Jihad akan membimbing seorang mukmin kelak di akhirat sehingga dia memasuki surga.

Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185)

Dalam sebuah hadits disebutkan:

وَلَا يَجْتَمِعُ عَلَى عَبْدٍ غُبَارٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدُخَانُ جَهَنَّمَ

Tidak akan berkumpul pada seorang hamba; debu pada jalan Allah dan asap jahannam.” (HR. Ahmad)

مَنْ قَاتَلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فُوَاقَ نَاقَةٍ فَقَدْ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ

Barangsiapa yang berperang di jalan Allah walaupun hanya sesaat, wajib baginya mendapat surga.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ahmad)

مَنْ اغْبَرَّتْ قَدَمَاهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ

Barangsiapa berdebu kedua kakinya di jalan Allah, maka Allah haramkannya masuk neraka.” (HR. Al Bukhari)

Karena itu, para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menangis ketika mereka tidak mampu berparisipasi dalam jihad. Maka, “mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan.” (QS. At-Taubah: 92)

..Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menangis ketika mereka tidak mampu berparisipasi dalam jihad…

Itulah kewajiban yang dijauhi oleh kebanyakan kaum muslimin pada zaman kita sekarang ini. Sungguh tepat orang yang menyebutnya sebagai “kewajiban yang hilang”.

Kiranya, inilah perbedaan yang mencolok antara kita (generasi akhir umat ini) dengan para sahabat sebagai generasi awalnya. Ini juga yang menjadi kejelasan, kenapa Allah Ta’ala memuliakan mereka dan membiarkan kita dalam kehinaan dan kenistaan di bawah kuasa musuh-musuh Islam. sungguh tepat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَ أَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِاالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاَّ لاَ يَنْزَعُهُ عَنْكُمْ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

Jika kamu telah berjual beli dengan sistem “baiiul ‘innah” memegang ekor sapi dan ridlo dengan pekerjaan bertani serta meninggalkan jihad (dijalan Allah), niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasai kamu, Dia tidak akan mencabutnya dari kalian, hingga kalian kembali kepada agamamu.” (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat Silsilah al-Ahadiits ash-Shahiihah, jilid I hal.42 No.11)

. . . serta meninggalkan jihad (dijalan Allah), niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasai kamu, . .

Apa yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini sudah terbukti. Umat Islam begitu kikir menyumbangkan jiwa dan hartanya kepada Allah, padahal Allah sudah membelinya dari mereka dengan harga yang mahal, padahal Allah lah sebenarnya pencipta dan pemilik mereka. “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.

..Apa yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini sudah terbukti.

Umat Islam begitu pelit menyumbangkan jiwa dan hartanya kepada Allah, padahal Allah sudah membelinya dari mereka dengan harga yang mahal…

Selanjutnya Allah menunjukkan pasar tempat diselenggarakannya perdagangan yang menguntungkan ini, “mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh.

Allah yang Maha Agung dan Maha Tinggi, sebagai pembeli, memberikan janji dengan penandatanganan perjanjian, “sebagai janji yang benar atas dirinya.” Kemudian Dia meletakkan janji-Nya dalam semulia-mulia kitab yang diturunkan kepada para rasul-Nya, “dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an.” Lalu Allah meyakinkan kembali para penjual yang akan menyerahkan harta dan jiwanya itu, bahwa Dia tidak pernah berdusta dan ingkar janji, “Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?.

Karenanya, Dia memerintahkan agar bergembira sebelum dilaksanakan perdagangan ini, “Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu.” Sebab, sebenarnya dagangan itu betul-betul meraih keuntungan besar, “Dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 111)

Benar ini adalah keuntungan yang besar, si hamba menyerahkan dagangan yang dirinya tidak memiliki dan menguasainya. Si hamba menyerahkannya sebagai harga untuk mendapatkan surga yang seluas langit dan bumi, yang tak seorangpun dapat memasukinya dengan mengandalkan amalnya semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “sesungguhnya seseorang tidak akan masuk surga karena amalnya.” Para sahabat bertanya, “tidak juga engkau wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “tidak juga aku hanya saja Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sesungguhnya Allah sangat bermurah hati kepada siapa yang menyambut ajakan jual-beli ini, Dia mengembalikan dagangan yang telah dibelinya itu kepada penjualnya dan tetap membayar harga beli yang telah dijanjikan-Nya.

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS. Ali Imran: 169)

Dalam sebuah hadits disebutkan, “Sesungguhnya arwah para syuhada itu berada dalam tembolok burung hijau yang berkeliaran di surga ke mana dia suka. Kemudian ia hinggap pada lampu-lampu yang bergelantungan di bawah ‘Arasy.” (HR. Muslim)

..Namun demikian, kaum muslimin di zaman sekarang banyak meninggalkan kewajiban yang agung ini dan tidak menginginkan keuntungan yang besar itu…

Allah mengembalikan ruh-ruh mereka dan mengalirkan rizki kepada mereka sebagai manifestasi dari kemurahan dan kebaikan-Nya kepada siapa yang menerima dan rela melakukan perdagangan ini.

Namun demikian, kaum muslimin di zaman sekarang banyak meninggalkan kewajiban yang agung ini dan tidak menginginkan keuntungan yang besar itu. Kemauan mereka lemah untuk menapak kepada puncak kemuliaan agama ini, padahal “dan puncak kemegahan ajaran Islam adalah jihad.

Maha Benar Allah yang menerangkan dalam firman-Nya:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Nafsu benar-benar membencinya, lalu meninggalkannya. Bahkan untuk membicarakannya saja mereka antipati. Semua ini disebabkan karena kebodohan mereka akan hakikat jihad dan kecintaan mereka kepada dunia yang berlebih.

..Pembicaraan jihad semakin berat bagi seseorang karena nafsu ikut berbicara, dunia menarik kerah bajunya, syetan menghalangi dan menakut-nakutinya, sifat pengecut mengguncang jiwa dan membelenggu anggota tubuhnya…

Pembicaraan jihad semakin berat bagi seseorang karena nafsu ikut berbicara, dunia menarik kerah bajunya, syetan menghalangi dan menakut-nakutinya, sifat pengecut mengguncang jiwa dan membelenggu anggota tubuhnya, kesenangan dunia membentang di depannya sebagai tabir penghalang, sedangkan nafsu amat senang jika ada jalan untuk melarikan diri darinya.

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلَا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: “Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!” Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?.” (QS. An-Nisa’: 77)

Dan datanglah penjelasan yang sangat indah, “Katakanlah: ‘Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun’.” (QS. An-Nisa’: 77)

“Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun.

Mari kita tingggalkan dunia dan kesenangannya yang sedikit itu di belakang punggung kita. Mari kita tampil menggapai akhirat yang lebih baik bagi orang bertakwa, dengan mencintai dan merindukan jihad. “sesungguhnya surga itu berada di bawah kilatan pedang.” (HR. Bukhari dan Muslim). [PurWD/voa-islam]


*Sumber: http://cipeh.wordpress.com/about/jihad-kewajiban-yang-hilang
READ MORE - Jihad : Kewajiban Yang Hilang
Category : edit post
Photobucket

Followers

Poster

FreeABB

Save Muslims Rohingya

Banner Usudullah

usudullah

My Photo