Maka menjadi hal yang penting mengenal sosok Abu Mush'ab Az Zarqawi, agar para pejuang di negeri ini bisa meneladani jejak langkahnya untuk mewujudkan tegaknya Islam di Indonesia.
Pertumbuhannya
Dia adalah Ahmad Fadhil Nazal Al Khalailah, seorang revolusioner dan dikenal sebagai pemimpin kaum militan Al Qaidah di Iraq. Zarqawi adalah orang yang paling diburu di daerah Yordania dan Iraq, karena keterlibatannya sebagai perencana utama sejumlah aksi-aksi kekerasan dengan target pemerintahan Iraq, Yordania dan Amerika Serikat. Dilahirkan di Zarqa, Yordania pada tanggal 20 Desember 1966. Dia dijuluki Abu Mush’ab Zarqawi, yang dinisbatkan kepada kota Az Zarqa’ tempat beliau lahir.
Zarqawi menghabiskan masa kecilnya di distrik Ramzy, salah satu titik kumuh berpenduduk padat, kota Az Zarqa’. Hingga sekolah menengah tingkat atas, Zarqawi belajar di kota Zarqa. Menginjak dewasa, beliau menjadikan masjid Abdullah bin Abbas sebagai rumah ke duanya. Di masjid inilah Zarqawi mulai merajut kembali tali persahabatan baru. Teman-teman barunya kebanyakan berasal dari jamaah Islam. Jamaah yang berbeda-beda, namun sama-sama berusaha medorong kaum muda untuk berjihad. Hingga ide jihad dan mati syahid tumbuh berkembang dalam diri Zarqawi. Dengan demikian langkahnya pun mantap untuk meninggalkan seluruh kenangan masa kanak-kanak dan remajanya.
Perjalanan Jihadnya
Pada tahun 1980-an, jalan jihad melawan komunis yang menjajah Afghanistan terbentang mudah di Yordania. Maka sebagaimana para pemuda muslim Yordania yang lain, Zarqawi mempunyai semangat pergi ke Afghanistan di akhir tahun 1980-an. Di sanalah para pemimpin seperti Abdullah Azzam dan Usamah bin Ladin berada.
Di sini Zarqawi memperoleh latihan militer. Pengetahuan agama dan politiknya berkembang di tengah-tengan perang yang berkecamuk antara mujahidin dari Arab dan Afghan dengan tentara penjajah Uni Soviet.
Saat berada di Afghanistan, Zarqawi tak lupa merajut hubungan dengan masyarakat Afghan-Arab. Beliau memperkenalkan dirinya Abu Al Harits Al Hiyari yang pernah memimpin perang melawan Soviet di kawasan Kost. Di antara hubungan terpenting yang dibuat Zaqawi di Afghanistan adalah hubungan yang di bangun dengan Isham Al Burqawi yang dikenal dengan nama Abu Muhammad Al Maqdisi tahun 1989 M. Al Maqisi mempunyai peran besar dalam pembentukan watak Abu Mush’ab Zarqawi.
Kembali ke Kampung Halaman
Pasca hengkangnya tentara Soviet dari Afghanistan, tidak ada lagi musuh yang bisa diperangi para mujahidin Arab. Maka mujahidin Arab yang mampu kembali ke negrinya pulang kampung. Demikian juga dengan Zarqawi, beliau kembali ke negaranya, Yordania. Beliau masuk Yordania dengan Al Maqdisi pada pertengahan 1993.
Ketika berada di Yordania, mereka mendirikan organisasi Jamaah At Tauhid dan mengembangkan pemikiran-pemikirannya. Pertama-tama mereka mengumpulkan para pemuda dan mendoktrinnya dengan pemikiran yang selama ini mereka yakini. Al Maqdisi sang arsitek organisasi ini mulai memberikan pelajaran dan kuliah di masjid-masjid dan tempat-tempat perkumpulan pemuda. Tujuannya menarik mereka menjadi anggota baru.
Namun tak lama, mereka dengan mudah mereka jatuh dalam jaring-jaring pihak keamanan Yordania, hanya beberapa waktu saja setelah mereka mulai kegiatan. Keduanya dan juga para anggota organisasi ini dijebloskan ke dalam penjara pada tangga 29 Maret 1994. Mereka diseret ke pengadilan militer dengan tuduhan kasus yang oleh pihak yang berwenang Yordania disebut kasus Baiatul Imam.
Belajar di Penjara
Setelah selesai tahap investigasi, Zarqawi dikirim ke penjara gurun Sawaqah yang letaknya sekitar 85 km selatann ibukota Amman, yang sebelum telah berpindapindah penjara. Tidak selang berapa lama, teman-temannya satu organisasi juga menyusul dengan kasus yang sama.
Maka mereka berkumpul dalam satu penjara, yang saat itu penjara Sawaqah dihuni lebih dari enam ribu tahanan. Unit VI adalah unit terpenting dalam penjara tersebut. Karena sinilah sejumlah tahanan politik dari seluruh corak pemikiran islam dipenjara. Masing-masing pemikiran disediakan satu ruang khusus di unit yang terletak di ujung timur.
Selama tiga tahun pertama usianya hidup di penjara, Zarqawi berada di bawah bimbingan Al Maqdisi. Semua buku-buku dan pemikiran Al Maqdisi ia lalap. Dia menjadi telinga seluruh dialog antara Al Maqdisi dengan tokoh-tokoh pemikir Islam Yordania lainnya yang sama-sama mendekam di penjara. Pada saat inilah Zarqawi mengembangkan pengetahuan agamanya. Di penjara tersebut, ia bahkan mampu menghafal Al qur’an di luar kepala.
Sikap tegas yang dimiliki oleh Al Maqdisi tidaklah cukup bagi Zarqawi. Maka dengan karakter sifat karismatik yang dimilikinya, Zarqawi mampu menarik anggota organisasi di penjara untuk tunduk dan menyerahkan tongkat keemimpinan kepadanya. Jadilah kemudian Zarqawi sang pengambil keputusan bagi kelompok di dalam penjara. Dia terapkan semua pandangannya kepada semua anggota kelompok. Itu terjadi pada musim panas tahun 1996 M.
Zarqawi keluar dari penjara pada bulan Maret 1999, karena mendapatkan amnesti menyeluruh dari raja Abdullah II dalam rangka kenaikan tahtanya. Nampaknya, Zarqawi ditawari dengan dua pilihan, meninggalkan Yordania agar beristirahat dan tenang atau kembali ke pejara lagi. Namun Zarqawi memutuskan untuk meninggalkan Yordania setelah enam bulan dibebaskan, untuk menuju Pakistan. Pakistan ia jadikan terminal sementara untuk pergi ke Chechnya yang dilihatnya lebih membutuhkan para mujahidin Arab daripada negara lainnya.
Malang, pemerintah Pakistan menangkapnya atas dakwaan masa izin tinggal telah habis. Setelah delapan hari penangkapan, pemerintah Pakistan mendeportasikannya. Namun Zarqawi tidak ada keinginan kembali ke Yordania, maka akhirnya ia memilih Afghanistan untuk berlabuh.
Kembali ke Afghanistan
Zarqawi merasa kurang puas dengan cara kerja Al Qaidah dan Taliban. Menurutnya, keduanya kurang keras dalam memukul musuh-musuhnya. Baginya, aksi-aksi yang harus dilakukan secara lebih berdarah dan menyakitkan. Sinyal kuat menunjukkan Abu Mua’ab Zarqawi akan datang menyongsong musuh-mushnya. Namun, ini semua tidak mengganggu hubungan persahabatan dengan para pemimpin Al Qaidah.
Pada tahun 1999 Zarqawi membangun kamp khusus di kota Herat, Afghanistan Barat. Para pengikutnya yang dikenal dengan Jundusy Syam (Tentara Syam) mulai berdatangan pada akhir tahun ke kamp tersebut.
Ketika terjadi serangan Amerika ke Afghanistan pada akhir tahun 2001, tak satu pun pihak yang menaruh perhatian kepada Zarqawi sebagai pemimpn berbahaya yang menghamcam. Pada bulan Nopember 2001, Zarqawi dan kelompoknya meninggalkan Heart, meunju Kandahar.
Zarqawi dan kelompoknya bersama-sama Thaliban dan Al Qaidah berada dalam pertempuran sengit di Kadahar dan Tora Bora. Dalam pertempuran ini, salah satu tulang rusuk Zarqawi patah. Meski hebatnya pertempurang di Tora bora, Zarqawi dan kelompoknya mampu mundur dengan selamat dari serangan dan kepungan Amerika.
Pindah ke Iraq
Meninggalkan Afghanistan adalah satu-satunya pilihan bagi Zarqawi pasca jatuhnya kota Kandahar dan serangan Tora Bora. Dia mengevakuasi anggotanya ke Paskistan. Namun Pakistan bukan tempat yang aman, karena dia pernah melanggar undang-undang keemigrasian negara tersebut. Selain itu Pakistan bersekutu dengan Amerika dalam memerangi Thaliban. Maka ia pun memutuskan untuk pindah menuju Iran.
Di Iran Zarqawi menggelar sidang Syura dengan para pembesar jaringannya. Dalam sidang ini ia memutuskan untuk bertolak ke Iraq atas dasar keyakinannya bahwa negara itu akan menjadi ajang pertempuran mendatang melawan Amerika.
Sesampainya di Iraq, Zarqawi membangun dua pangkalan logistik di Kurdistan Iraq. Tepatnya, di daerah Dar Ghaisy Khan dan di daerah Sarghat. Ia mengangkat Abdul Hadi Daghlas sebagai ketuanya di daerah ini. Selain itu, dia juga ditunjuk sebagai penanggung jawab koordinasi hubungan antara jaringan Zarqawi dengan Anshar Al Islam Kurdi.
Benarlah apa yang menjadi perkiraan Zarqawi, Amerika menyerang Iraq pada tanggal 20 Maret 2003 dengan tuduhan, Iraq mempunyai senjata pemusnah masal. Namun tuduhan itu tidak pernah terbukti sama sekali hingga sekarang. Selain itu, Amerika juga menuduh keterlibatan Iraq dengan teroris Internasional, khususnya jaringan Al Qaidah.
Dua bulan setelah pendudukan Amerika di Iraq, aksi perlawanan bersenjata menentang keberadaan Amerika itu mulai terjadi. Dan pemerintah Amerika melempar tanggung jawab aksi-aksi tersebut kepada Zarqawi.
Zarqawi dianggap orang yang paling bertanggung jawab atas peledakkan-peledakan di Iraq. Termasuk peledakan kantor PBB di Baghdad pada bulan Agustus 2003. Maka pada bulan Oktober pemerintah Amerika di Iraq mengumumkan pihaknya menyediakan hadiah lima juta dollar kepada siapapun yang bisa memberi informasi tentang keberadaan Zarqawi.
Zarqawi tidak hanya dituduh sebagai otak di balik berbagai aksi peledakkan di Iraq, namun juga yang terjadi di Eropa. Ia dituding sebagai otak peledakan di Istanbul, Turki pada tanggal 20 November 2003 dan ledakan hebat di Karbala dan Kadzimia pada tanggal 2 Februari 2004.
Delapan hari setelah peledakan di Karbala dan Kadzimiah dengan target serangan orang-orang Syiah, pada tanggal 11 Februari pemerintah Amerika di Iraq mengumumkan penambahan hadiah yang disediakan untuk informasi tentang Zarqawi menjadi 10 juta dollar.
Pada tanggal 15 Oktober 2004, Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat memasukkan Zarqawi dan Jamaah Tauhid wal Jihad ke dalam daftar Organisasi Teroris Luar Negeri dan memerintahkan pembekuan asset-aset organisasi ini yang kemungkinan berada di Amerika Serikat.
Tanggal 24 Februari 2006, Departemen Kehakiman Amerika dan FBI juga memasukkan Az Zarqawi sebagai tokoh yang paling dicari dalam daftar perang melawan Terorisme. Ini adalah pertama kalinya Zarqawi dimasukkan ke dalam tiga besar orang yang paling di buru FBI.
Bergabung dengan Al Qaidah
Pemerintah Amerika mengumumkan, telah mengendus sebuah pesan yang dikatakan dari Zarqawi untuk para pemimpin Al Qaidah, yang isinya Zarqawi siap menjadi bagian dari jaringan Al Qaidah. Pesan ini memberi peluang kepada para pemimpin jaringan Al Qaidah dan kelompoknya untuk menyatukan barisan bersama Zarqawi.
Selain itu Zarqawi sejak awal telah menyadari bahwa ancaman yang menguntit umat ini tidaklah remeh. Tidak mungkin bagi seseorang, jamaah atau kelompok menghadapi sendirian ancaman tersebut. Untuk merespon tantangan ini Zarqawi sudah membukan link kontak dan dialog dengan jaringan Al Qaidah setibanya di Iraq. Langkah ini mampu mengantarkan Zarqawi ke dalam status baiat sempurna kepada pemimpin Al Qaidah. Pada tanggal 21 oktober 2004, secara resmi Zarqawi mengumumkan penggabungan dirinya ke dalam organisasi Al Qaidah.
Bersatunya Zarqawi dengan Al Qaidah secara taktik dan strategi mnguntungkan ke dua belah pihak. Bagi Bin Ladin hal itu merupakan peluang bersejarah untuk unjuk gigi di depan Washington bahwa serangan terhadap Afghanistan tidaklah mampu menghabisi Al Qaidah. Kini, justru Iraq menjad kancah peperangan yang lebih penting bagi AL Qaidah karena karakter wilayah dan rakyatnya lebih cocok bagi Al Qaidah.
Sedangkan bagi Zarqawi, pasokan pejuang dari luar iraq adalah aset berharga. Kebanyakan para sukarelawan yang datang dari luar Iraq untuk bergabung dengan dirinya. Demikian juga halnya dengan unsur dana dan logistik.
Kini Zarqawi telah mempunyai tentara yang jumlahnya tidak kurang dari 5000 prajurit siap tempur. Ia dikelilingi oleh pendukung aktif yang jumlahnya tidak kurang dari 20 ribu orang. Jumlah seperti ini ditambah kuantitas gerakan Al Qaidah yang memberinya kekuatan baru.
Zarqawi memiliki ketangguhan untuk mematahkan serangan, pembersihan dan mengakhiri perang. Ditambah lagi dengan kredibelitas bagi putra-putra umat Islam. Aksi jihad yang dilakukan Zarqawi dan jamaahnya di Iraq juga prestasi-prestasi yang diukirnya akan bermuara pada naiknya Al Qaidah dan prestasinya dan mendudukan Al Qaidah sebagai pemimpin hakiki umat ini.
Jadi, keuntungan Zarqawi yang diraih karena bergabungnya dengan Al Qaidah sangat banyak. Baik secara materi, sumber daya manusia maupun secara mental. Keuntungan-keuntungan ini akan berpengaruh besar dalam hasil perang yang terjadi melawan Amerika dan sekutunya di Iraq.
Sekedar diketahui, dahulu Iraq adalah tempat lahirnya peradaban-peradaban manusia. Negara Islam pertama memang berdiri di Madinah Munawarah di Jazirah Arab. Namun Iraq (Syam) menjadi terminal kedua bagi negara Islam ini. Pertumbuhan pesat negara ini pindah ke Iraq pada zaman Bani Abbasiah. Di sanalah bentuk-bentuk peradaban Islam muncul dan berkembang. Itu karena potensi yang dimiliki Iraq sendiri.
Jadi, jika Zarqawi berhasil mengalahkan Amerika dan sukses dalam mengusir mereka dari Iraq, hal itu akan menjadi awal bagi berdirinya Islam yang akan melindungi kehormatan umat ini.
Kesyahidannya
Tanggal 7 Juni 2006, Zarqawi syahid di 2,1 km sebelah utara Iraq tepatnya di Hibhib, sebuah desa dekat kota Baquba melalui serangan udara Amerika. Beliau meningal karena pendarahan dalam tubuhnya, pada pukul 19:05, sekitar 55 menit sesudah serangan udara, karena luka-luka yang terjadi pada bom meledak. Hasil tes yang dilakukan FBI selanjutnya menunjukkan identitas Zarqawi. Dan pada tanggal 15 Juni 2006 kematian Zarqawi diakui oeh aktivis Jihad Islam Mesir Abu Ayub Al Mishri yang kemudian menggantikan kedudukan Zarqawi sebagai kepala operasi Al Qaidah di Iraq dan memimpin perlawanan di Iraq.
Walaupun Zarqawi telah tiada bukan berarti perlawanan di Iraq surut. Tetasan darah Zarqawi takkan memadamkan jihad, namun sebaliknya tetesan darahnya akan semakin menyuburkan ladang jihad di nagara tersebut. Semangat dan ketangguhannya telah merasuk ke relung hati para pemuda. Sehingga akan muncul sosok Zarqawi yang lain dan meneruskan perlawanan terhadap Amerika. [Widad/AnNajah]*Sumber: voa-islam.com